BADAI RINDU DI PAGI HARI
Maman Setiawan |
Pagi ini terasa hati masih terasa perih teriris pisau yang engkau tancapkan tepat di hati yang tengah terbelenggu, entah suasana pagi ini yang memang lagi kabut atau kenangan indah bersamamu yang selalu menghantui dan mencederai rasa ini atau aku yang terlalu lemah untuk bisa bangun oleh hantaman badai rindu yang menggebu-gebu atau senyummu yang selalu mengikis hati ini hingga menjadi perih, hati serasa di kikis yang kian lama kian menipis sampai pada akhirnya sakit itu semakin lama semakin menjadi, tak terlihat rupanya tapi efek yang di hasilkan membuat air mata terkadang menetes bak hujan di pagi senja.
Lama kumenatap langit yang kian menit semakin memancarkan senyum indahnya tapi jiwa ini masih saja selalu gelap, senyuman mentari pagi menyambut serasa tak berguna bila wajahmu muncul tepat di pancaran sinar itu yang dimana menggrogoti pikiran ini hingga ingatanku serasa kaku. ingin rasanya ku memutar waktu untuk bisa bersatu lagi tapi itu percuma jikalau hati dan jiwamu tertutupi oleh kabut asap yang gelap gulita oleh kebencian yang tak bisa engkau maafkan.
Aku hanya bisa merenung meratapi semua kegagalan yang sampai sekarang tak bisa ku percaya dirimu yang dulu penerang jiwa ini, pelangi hati ini sekarang berubah menjadi badai kegelapan yang semakin hari memancarkan rasa kebencian yang tersirat di hari-hariku, perih sakit hati ini tatkalah melihat kepalamu bersandar di pundaknya yang dulu pundakku lah yang menjadi sandaran nyamanmu ketika engkau resah. Sekali lagi aku merasa gagal dan jujur aku rindu saat-saat itu.